Pada kesempatan ini, penulis mau mengingatkan kembali kepada pembaca, hubungan dari seluruh komponen bangsa agar pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, terus dijalankan dengan tetap megacu pada tujuan negara yang dicita-citakan, serta bersatupadu mengisi pembangunan, agar bangsa ini dapat lebih maju dan sejahtera.
Berikut ini adalah konsep Bung Karno mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia;
Salah satu karakteristik Indonesia sebagai negara-bangsa adalah
kebesaran, keluasan dan kemajemukannya. Sebuah negara-bangsa yang
mengikat 1.128 (seribu seratus dua puluh delapan) suku bangsa (data BPS)
dan bahasa, ragam agama dan budaya di sekitar 17.508 (tujuh belas ribu
lima ratus delapan) pulau (citra satelit terakhir menunjukkan 18.108
pulau), yang membentang dari 6o08' LU hingga 11o15' LS, dan dari 94o45' BT hingga 141o05' BT (Latif, 2011: 251; United nations Environment Program, UNEP, 2003). Untuk itu diperlukan suatu konsepsi, kemauan, dan kemampuan yang kuat dan adekuat (memenuhi syarat/memadai), yang dapat menopang kebesaran, keluasan, dan kemajemukan ke Indonesiaan.
Para pendiri bangsa berusaha menjawab tantangan tersebut dengan melahirkan sejumlah konsepsi kebangsaan dan kenegaraan, antara lain yang berkaitan dengan dasar negara, konstitusi negara, bentuk negara, dan wawasan kebangsaan yang dirasa sesuai dengan karakter keindonesiaan. Konsepsi pokok para pendiri bangsa ini tidak mengalami perubahan, tetapi yang bersifat teknis instrumental mengalami penyesuaian pada generasi penerus bangsa ini.
Setiap bangsa harus memiliki suatu konsepsi dan konsensus bersama menyangkut hal-hal fundamental bagi keberlangsungan, keutuhan, dan kejayaan bangsa yang bersangkutan. Dalam pidato di Perserikatan Bangsa-Bangsa, pada 30 September 1960, yang memperkenalkan Pancasila kepada dunia, Presiden Soekarno mengingatkan pentingnya konspesi dan cita-cita bagi suatu bangsa: "Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita. Jika mereka tak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu adalah dalam bahaya" (Soekarno, 1989)
Setiap bangsa memiliki konsepsi dan cita-citanya masing-masing sesuai dengan kondisi, tantangan, dan karakteristik bangsa yang bersangkutan. Dalam pandangan Soekarno, "Tidak ada dua bangsa yang cara berjuangnya sama. Tiap karakteristik sendiri. Oleh karena pada hakekatnya bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian sendiri. Kepribadian yang terwujud dalam pelbagai hal, dalam kebudayaannya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya dan lain-lain sebagainya" (Soekarno, 1958)
Konsepsi pokok yang melandasi semua hal itu adalah semangat gotong-royong. Bung Karno mengatakan, "Gotong Royong adalah paham yang dinamis, lebih dinamis dari kekeluargaan. Saudara-saudara! Kekeluargaan adalah satu paham yang statis, tetapi gotong royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan. Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, perjuangan bantu binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis kuntul baris, buat kepentingan bersama! Itulah gotong royong." (dikutip dari Pidato Bung Karno, 1 Juni 1945)
Dengan semangat gotong royong itu, konsepsi tentang dasar negara dirumuskan dengan merangkum lima prinsip utama (sila) yang menyatukan dan menjadi haluan keindonesiaan, yang dikenal sebagai Pancasila. Kelima sila itu terdiri atas: 1) Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kehidupan bangsa Indonesia akan semakin kukuh, apabila segenap komponen bangsa, disamping memahami dan melaksanakan Pancasila, juga secara konsekuen menjaga sendi-sendi utama lainnya, yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika, sebagai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Brnegara.
Dengan demikian, perjuangan ke depan adalah tetap mempertahankan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, Undang0Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan konstitusional, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk negara dan wadah pemersatu bangsa, serta Bhinneka tunggal Ika sebagai semboyan negara yang merupakan modal untuk bersatu dalam kemajemukan.
Sumber:
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014
Empat Pilar kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: April 2013
No comments:
Post a Comment